Senin, 08 Juni 2009

JUAL BELI KOTORAN HEWAN

JUAL BELI
KOTORAN HEWAN




Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur
Mata Kuliah : Perbandingan Madzab
Dosen Pengampu : Afif Muhammad, M. Ag.

Disusun Oleh :
Abdul Zen (072331003)
Ariana Wulandari (072331025)
Dani Mei Rizki (072331037)
Desi Setia Utami (072331042)
Dewi Yunia Ekawati (072331046)

Smt/Prodi : IV/PAI-1
Jurusan : Tarbiyah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PURWOKERTO
2009

PENDAHULUAN

Salah satu bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan peternakan adalah kotoran hewan. Pada dasarnya, kotoran hewan ini dimanfaatkan oleh petani sebagai salah satu bahan untuk menyuburkan tanah di sawah dan di ladang atau yang lebih dikenal sebagai pupuk kandang. Petani sering kali memanfaatkan kotoran sapi, kerbau, domba, atau hewan lainnya untuk dijadikan pupuk tanaman.
Di samping sebagai pupuk, kotorang hewan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, kotoran hewan pada dasarnya merupakan ampas atau sisa makanan yang dikonsumsi oleh hewan. Akan tetapi kotorang hewan masih mengandung zat-zat makanan yang diperlukan oleh tubuh hewan ternak meskipun relatif kecil. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian bahwa kotoran ternak (terutama unggas) dapat digunakan sebagai bahan pakan sekaligus diperjual belikan untuk menunjang produksi ternak.
Di Indonesia, pernah diperdebatkan mengenai halal-haram penjualan kotorang hewan. Apakah kotoran hewan boleh diperjual-belikan atau tidak? Sebagai ulama mengharamkan penjualan kotoran hewan karena termasuk benda najis. Hal ini akan dibicarakan lebih dalam dan lebih detail lagi mengenai halal dan haram dalam masalah jual beli kotoran hewan.






PEMBAHASAN

1. Pengertian Jual Beli
Menjual adalah memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu menerimanya. Allah telah menjelaskan dalam kitab-Nya yang mulia demikian pula Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dalam sunnahnya yang suci beberapa hukum muamalah, karena butuhnya manusia akan hal itu, dan karena butuhnya manusia kepada makanan yang dengannya akan menguatkan tubuh, demikian pula butuhnya kepada pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan sebagainya dari berbagai kepentingan hidup serta kesempurnaanya.
Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus, dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi.

2. Hukum Asal Jual Beli
Jual beli adalah perkara yang diperbolehkan berdasarkan al Kitab, as Sunnah, ijma serta qiyas :
Allah Ta'ala berfirman : " Dan Allah menghalalkan jual beli Al Baqarah"
Allah Ta'ala berfirman : " tidaklah dosa bagi kalian untuk mencari keutaman(rizki) dari Rabbmu " (Al Baqarah : 198, ayat ini berkaitan dengan jual beli di musim haji)
Dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "Dua orang yang saling berjual beli punya hak untuk saling memilih selama mereka tidak saling berpisah, maka jika keduianya saling jujur dalam jual beli dan menerangkan keadaan barang-barangnya (dari aib dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah jual beli dari keduanya".
Dan para ulama telah ijma (sepakat) atas perkara (bolehnya) jual beli, adapun qiyas yaitu dari satu sisi bahwa kebutuhan manusia mendorong kepada perkara jual beli, karena kebutuhan manusia berkaitan dengan apa yang ada pada orang lain baik berupa harga atau sesuaitu yang dihargai (barang dan jasa) dan dia tidak dapat mendapatkannya kecuali dengan menggantinya dengan sesuatu yang lain, maka jelaslah hikmah itu menuntut dibolehkannya jual beli untuk sampai kepada tujuan yang dikehendaki.
Namun seiring dengan perkembangan zaman ternyata muncul jenis-jenis jual beli dengan mekanisme baru yang belum tahu hukumnya apa, sehingga muncullah fikih konteporer yang membahas masalah-masalah hukum Islam yang baru. Seperti halnya dengan masalah jual beli kotoran hewan, apakah boleh atau tidak? untuk itu mari kita telaah berbagai pendapat para Imam Madzab.

3. Pendapat Para Imam Madzab mengenai Syarat-syarat Benda yang Boleh Dipejualbelikan
Penelusuran mengenai kehalalan dan keharaman penjualbelian kotoran hewan dapat dilakukan dengan cara meneliti syarat-syarat benda yang boleh diperjualbelikan. Imam Abu Hanifah menetapkan bahwa benda yang halal diperjualbelikan adalah:
a. Benda yang halal diperjual belikan termasuk (dikategorikan) harta yaitu sesuatu yang memungkinkan untuk dimanfaatkan berdasarkan adat.
b. Benda yang diperjualbelikan termasuk “Mutaqawwin” boleh dimanfaatkan berdasarkan syara’.
c. Benda yang diperjualbelikan adalah benda yang dapat dimiliki (baik oleh penjual sebelum dijual maupun oleh pembeli setelah dijual).
d. Benda yang diperjualbelikan ada (Maujud) ketika transaksi dilakukan .
e. Benda yang diperjualbelikan memungkinkan untuk diserah terimakan ketika transaksi dilakukan.
Syarat-syarat benda yang dapat atau halal untuk diperjualbelikan menurut pendapat Imam Malik adalah:
a. Benda yang diperjualbelikan tidak dicegah oleh syara’(tidak sah penjualan bangkai dan darah)
b. Benda yang diperjualbelikan termasuk benda suci (jual beli benda najis tidak boleh).
c. Benda yang diperjualbelikan bermanfaat menurut syara’.
d. Benda yang diperjualbelikan oleh kedua pihak yang melakukan transaksi.
e. Benda yang diperjualbelikan memungkinkan untuk diserahterimakan ketika transaksi dilangsungkan.
Syarat-syarat benda yang boleh atau halal untuk diperjualbelikan menurut pendapat Imam Syafi’i adalah:
a) Benda yang diperjualbelikan termasuk benda yang suci.
b) Benda yang diperjualbelikan bermanfaat untuk syara’.
c) Benda yang diperjualbelikan memungkinkan untuk diserakterimakan
d) Benda yang diperjualbelikan termasuk benda milik (penjual atau yang diwakilkan)
e) Sifat-sifat (kualitas dan kuantitas) Benda yang diperjualbelikan diketahui oleh kedua pihak yang melakukan transaksi yaitu pembeli dan penjual
Sedangkan syarat-syarat bendan yang dapatn atau halal untuk diperjualbelikan menurut pendapat Imam Ahmad ibn Hambal yaitu:
a. Benda yang diperjualbelikan termasuk harta yang boleh dimanfaatkan berdasarkan syara’ secara mutlak.
b. Benda yang diperjualbelikan milik penjual atau yang mewakilkan secara sempurna.
c. Benda yang diperjualbelikan memungkinkan untuk diserahterimakan ketika transaksi dilakukan.
d. Kualitas dan kuantitas benda yang diperjualbelikan diketahui oleh kedua belah pihak yang melakukan transaksi.
Dari syarat-syarat benda yang diperjualbelikan menurut pendapat Imam Madzab dapat diketahui bahwa Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad bin Hambal menetapkan suci sebagai syarat sah jual beli, sedangkan Imam Abu Hanifah tidak menjadikan suci sebagai syarat sah jual beli.
As-Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Al-Sunnah, mencoba menyederhanakan pendapat Imam Malik, Imam al-Syafi’I , dan Imam Ahmad Ibn Hambal tentang syarat benda yang boleh diperjual belikan, yaitu :
a) Suci
b) Bermanfaat
c) Milik Penjual atau yang mewakilkan
d) Memungkinkan untuk diserah terimakan
e) Diketahui secara pasti
f) Berada dalam penguasaan (pengendalian).

4. Pendapat Para Imam Madzab mengenai Jual Beli Kotoran Hewan
Dari syarat-syarat benda yang diperjualbelikan menurut pendapat para Imam Madzab kita nisa tahu bahwa pandangan mereka tentang hukum jual beli kotoran hewan. Menurut Imam Abu Hanifah menjual kotoran hewan diperbolehkan karena bermanfaat untuk menyuburkan tanah dan membuat tanah menjadi bagus. Beliau berpendapat bahwa setiap sesuatu yang didalamnya ada manfaatnya maka dibolehkan menurut syara’ karena semua yang diciptakan untuk kemanfaatan manusia. Beliau mengambil dalil dari firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 29 yang berbunyi :
    •                
Artinya : “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”
Menurut Imam Malik menjual sesuatu yang najis secara asal seperti kotoran dari hewan yang haram (tidak bisa) di makan dagingnya (anjing, babi, dan lain sebagainya). Namun boleh menjual kotoran dari hewan yang halal dimakan seperti kotoran kambing, kotoran unta, kotoran sapi dan sejenisnya karena ada kebutuhan untuk memupuk tanah. Beliau mengambil dalil dari hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :
حرم بيع الخمر و الميتة و الخنزير والا صنام فقيل يا رسول الله أرأيت شحوم الميتة فانه يطلى به السفن ويدهن بهاالجلود ويستصبح بها الناس فقال هو حرام ثم قال رسول الله عليه واله وسلم عند ذلك قاتل الله اليهود ان الله لما حرم شحو مما جملوه ثم باعوا فأكلوا ثمنه (رواه لجماعة)
Artinya: “ Bersumber dari Jabir sesungguhnya dia pernah mendengar Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual khamr, bangkai, babi dan patung berhala. Ditanyakan: “Ya Rasulallah bagaimana pendapat anda tentang lemak bangkai karna ia di pergunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit-kulit dan dijadikan penerang oleh manusia?”Beliau menjawab :”Ia adalah haram”, kemudian Rasulullah SAW pun bersabda saat ini mudah-mudahan Allah memusuhi orang-orang Yahudi. Sesungguhnya ketika Allah mengharamkan lemak bangkai mereka malahan mencairkannya lalu mereka jual kemudian mereka makan harganya.” (HR. Jama’ah)
Menjual babi adalah haram dengan semua bagian-bagiannya. Hal ini adalah berdasarkan ijma’ atau kesepakatan para ulama yang mengharamkan menjual babi. Motif diharamkannha menjual babi dan juga bangkai adalah adanya unsur najis.
Atas dasar inilah Imam Malik membolehkan menjual kotoran kambing, unta, sapu (hewan yang halal untuk dimakan) karena Beliau berpendapat bahwa air kencing dan kotoran (tahi) hewan yang dagingnya tidak halal dimakan adalah najis, sedangkan air kencing dan kotoran hewan yang dagingnya halal untuk dimakan adalah suci.
Menurut pendapat Imam Syafi’I menjual kotoran hewan hukumnya adalah tidak boleh karena di dalam kotoran hewan terdapat unsure-unsur najis baik itu kotoran hewan yang boleh dimakan maupu kotoran hewan yang haram untuk dimakan. Beliau mengambil dalil dari Hadits Rasulullah yang telah ditulis diatas, bahwa Allah telah mengharamkan menjual khamr, bangkai dan babi. Menurut para ulama khamr, bangkai dan babi haram karena najis dan kita tau bahwa syarat-syarat benda yang dijual menurut Imam Syafi’I adalah harus suci. Oleh karena itu, kotoran hewan baik itu boleh dimakan atau tidak boleh dimakan yang dianggap bernajis oleh Imam Syafi’I, tidak boleh diperjualbelkan.Menurut Imam Syafi’I benda-benda najis bukan hanya tidak boleh diperjual-belikan, tetapi juga tidak sah untuk diperjual-belikan. Seperti bangkai, darah, daging babi, khamar, nanah, kotoran manusia, kotoran hewan dan lainnya. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW:
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-; أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اَللَّهِ يَقُولُ عَامَ اَلْفَتْحِ, وَهُوَ بِمَكَّةَ: إِنَّ اَللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ اَلْخَمْرِ, وَالْمَيْتَةِ, وَالْخِنْزِيرِ, وَالْأَصْنَامِ
Artinya “Dari Jabir Ibnu Abdullah r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda di Makkah pada tahun penaklukan kota itu: ”Sesungguhnya Allah melarang jual beli minuman keras, bangkai, babi, dan berhala”. (HR Muttafaq Alaih)
Bank Darah Darah yang dibutuhkan oleh pasien di rumah sakit tidak boleh didapat dari jual-beli. Karena itu Palang Merah Indonesia (PMI) telah menegaskan bahwa bank darah yang mereka miliki bukan didapat dari membeli. Lembaga itu pun tidak melakukan penjualan darah untuk pasien.
Kalau ada pembayaran, bukan termasuk kategori memperjual-belikan darah, melainkan biaya untuk memproses pengumpulan darah dari para donor, penyimpanan, pengemasan dan juga tentunya biaya-biaya lain yang dibutuhkan. Namun secara akad, tidak terjadi jual beli darah, karena hukumnya haram.
Kotoran Ternak Demikian juga dengan kotoran ternak yang oleh umumnya ulama dikatakan najis, hukumnya tidak boleh diperjual-belikan. Padahal kotoran itu sangat berguna bagi para petani untuk menyuburkan tanah mereka. Untuk itu mereka tidak melakukan jual-beli kotoran ternak. Kotoran itu hanya diberikan saja bukan dengan akad jual-beli. Pihak petani hanya menanggung biaya penampungan kotoran, pengumpulan, pembersihan, pengangkutannya. Biaya untuk semua itu bukan harga kotoran hewan, sehingga tidak termasuk jual beli.

Menurut Imam Ahmad Ibnu Hambal jual beli kotoran hewan itu dilarang namun didalam madzab hanabilah terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama berpendapat seperti ulama Syafi’iyah yaitu bahwa menjua kotoran hewan itu tidak boleh, sedangkan kelompok namun hanya hewan yang halal dimakan. Pendapat yang terkuat adalah pendapat yang kedua yaitu mengatakan bahwa penjualan kotoran hewan adalah boleh namun hanya hewan yang halal dimakan karena mereka berpendapat bahwa kotoran hewan yang halal dimakan itu tidak najis. Dan yang dipakai sama dengan dalil yang dipakai oleh Madzab Malikiyah yaitu mengharamkan jual beli bangkai, babi, dan sejenisnya.
Dari Pendapat-pendapat madzab yang telah disebutkan diatas kita tahu bahwa ada yang membolehkan dan ada yang melarang. Oleh karena itu sebagai manusia yang sedikit pengetahuan tentang hukum-hukum agama Islam, sebaliknya mengikuti salah satu dari madzab-madzab yang ada sehingga kita memiliki pegangan yang kuat dalam hal hukum fiqih.


5. Hukum Jual beli Kotoran Hewan Sebagai Pupuk
sebagaimana telah dipapar di atas bahwa kotoran hewan termasuk benda najis menurut pendapat mazhab Asy-Syafi'i. Sehingga tidak sah untuk diperjual-belikan. Namun menurut mazhab Hambali, kotoran hewan yang dagingnya halal dimakan, tidak najis. Sehingga kalau mau diperjual-belikan, hukum sah dan tidak mengapa.
Kebanyakan masyarakat kita di Indonesia berpahammazhab Syafi'i yang menyatakan bahwa kotoran hewan itu najis. Sehingga tidak boleh diperjual-belikan. Lalu bagaimana solusinya, padahal kotoran itu justru dibutuhkan untuk dijadikan pupuk penyubur tanaman?
Sebagian ulama di negeri ini membuat solusi lain agar tetap bisa memanfaatkan kotoran, namun terhindar darimemperjual-belikannya. Caranya adalah dengan merubah akadnya. Akadnya bukan dengan jual beli, melainkan dengan akad upah penampungan atau upah pengumpulan. Maka antara petani yang membutuhkan pupuk kandang dengan pemilik ternak yang menghasilkan pupuk melakukan akad di luar jual beli. Pihak petani memberi uang kepada peternak bukan sebagai uang pembelian kotoran hewan, melainkan sebagai uang jasa penampungan sementara kotoran hewan. Atau uang itu sebagai jasa pengumpulan kotoran itu. Yang penting bukan jual beli kotoran.
Dengan demikian, kotoran hewan tidak dijual tapi diberikan. Sedangkan biaya yang dibayarkan juga bukan uang pembelian, melainkan uang jasa penampungan sementara atas terkumpulnya kotoran itu selama beberapa waktu.
Sedangkan saudara-saudara kita yang bermazhab Hambali, tidak perlu repot-repot mengubah akadnya, lantaran buat mereka, jual beli benda kotoran hewan itu memang dibolehkan, lantaran buat mereka kotoran itu tidak termasuk najis. Pendeknya, dalam mazhab itu, kotoran hewan yang dagingnya halal dimakan, tidak najis.
Dalam kita Fiqh al-Sunnah As-Sayyid Sabiq menjelaskan pendapat Abu Hanifah sebagai berikut,”Ahnaf dan Zhahiriah berpendapat bahwa setiap benda, yang bermanfaat adalah halal secara syara; ia dapat dijual”. Oleh karena itu, penjualan kotoran hewan (al-awrats) dan sampah najis yang dijadikan pupuk (al-azbal) yang dimanfaatkan dikebun-kebun untuk menyuburkan tanam, adalah boleh (halal). selanjutnya, As-Sayyid Sabiq menyusun kaidah:
يجوز بيع كل نجس ينتفع به فى غيرالآكل والشرب
Artinya :”Penjualan setiap (benda)najis yang dapat dimanfaatkan selain untuk dimakan dan diminum, adalah boleh.















KESIMPULAN

Dari makalah yang saya buat dapat disimpulkan bahwa kotoran hewan sangatlah bermanfaat bagi manusia karena dapat menyuburkan tanah sehingga sayur-sayuran dan buah-buahan yang ditanam manusia dapat tumbuh dengan subur secara alami, tidak seperti : Pupuk kimiawi yang mengandung pestisida sehingga dapat membahayakan manusia. Oleh karena itu, kotoran hewan apabila di jual sangatlah bagus karena manfaatnya yang banyak bagi manusia.
Meskipun demikian ulama madzab Syafi’I melarang jual-beli kororan hewan karena menurut ulama madzab tersebut barang yang dijual haruslah suci dari najis, tidak seperti kotoran hewan yang mengandung najis. Akan tetapi ada juga yang membolehkan jual-jual kotoran hewan namun sebatas kotoran hewan yang halal dimakan sedangkan kotoran hewan yang haram itu tidak boleh karena mereka (madzab Malikiyah dan Hanabilah) menganggap kotoran hewan yang halal dimakan itu suci (tidak najis), sedangkan menurut ulama Madzab Hanafiyah menjual kotoran hewan itu diperbolehkan baik itu kotoran hewan yang halal dimakan maupun hewan yang haram dimakan, karena manfaatnya sangat besar bagi manusia. Oleh karena itu, saya himbau kepada penganut madzab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah untuk mematuhi peraturan-peraturan yang terdapat dalam madzab masing-masing. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk saya juga bermanfaat untuk kita semua.






DAFTAR PUSTAKA

Asy Saukani, Muhammad. 1998. Terjemah Nailul Authar. Semarang: CV. Asy-Syifa.
Mubarak, Jaih, 2003. Fiqih Kontemporer dalam Bidang Peternakan. Bandung: Pustaka Setia.
Rusyd, Ibn , t.th, Bidayatul al-Mujtahid wa Nihayat al- Muqtashid, Semarang:Taha Putra.
Sabiq, Al-Sayyid, 1983.Fiqh al-Sunnat j.III, Beyrut: Dar al Fikr.

Wahbah Al-Zuhayli, op. cit.,.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar